Spread the love

TULUNGAGUNG – Kasus penganiayaan secara bersama – sama yang melibatkan Oknum dari kelompok perguruan pencak silat kembali terjadi, kali ini di wilayah Kecamatan Pucanglaban.

Kasus perkelahian oknum dari perguruan sering terjadi akibat rasa fanatisme, fanatisme dapat di artikan sebuah perilaku dengan sikap antusiasme dan kesetiaan yang berlebihan atau kepedulian seseorang terhadap suatu objek, seseorang, ajaran, agama, atau politik.

Kapolres Tulungagung AKBP Teuku Arsya Khadafi, S.H, S.I.K, M.Si. melalui Kasihumas Iptu Mujianto mengatakan, di wilayah Kecamatan Pucanglaban Kabupaten Tulungagung lembali terjadi kasus penganiayaan.

“ Kejadian dipicu akibat fanatisme berlebihan, dimana sekelompok pemuda yang dari sebuah Perguruan pada saat ngopi mengetahui ada kelompok dari perguruan pencak silat lainnya, ” ujarnya, Jumat (27/10/2023).

Aksi kampungan yang terjadi pada hari kamis tanggal 19 Oktober 2023 sekira pukul 22.30 Wib. Ketika Pelapor/ Korban DBCP (18) warga desa Podorejo, kecamatan Sumbergempol, kabupaten Tulungagung sedang ngopi di sebuah Warkop bersama dengan para saksi, kemudian datang pelaku selanjutnya menarik korban ke tepi jalan raya depan SPBU Pucanglaban.

“ Selanjutnya Korban dilakukan kekerasan dengan cara dipukul dan ditendang hingga roboh dan mengalami luka memar pada mata sebelah kana dan kepala bagian samping dn belakang kemudian pada dada dan punggung, mengalami kejadian tersebut Korban melaporkan ke Polsek Pucanglaban, ” ungkap Mujiatno.

Dari keterangan koban dan saksi saksi, pada hari Minggu tanggal 22 Oktober 2023, Unit Resmob Macan Agung Polres Tulungagung berhasil mengamankan yang diduga Pelaku dirumahnya masing-masing.

“ Petugas berhasil mengamankan 10 orang, 6 orang saksi sedangkan 4 orang inisial MEAP (18) warga Desa Panggungduwet, kecamatan Kademangan, kabupaten Blitar, BTN (19) warga desa, Sumberejo, kecamatan Kademangan, kabupaten Blitar. FEP (18) warga desa Suruhwadang, kecamatan Kademangan, kabupaten Blitar dan MMR (22) warga desa Pakisaji, kecamatan Kademangan, kabupaten Blitar ditetapkan sebagai pelaku, ” terangnya.

Mujianto menambahkan, Modus operandi Para Pelaku melakukan Tindak Pidana Penganiayaan tersebut di Dasari rasa Fanatisme terhadap Organisasi dan menganggap Wilayah TKP merupakan Basis Perguruannya. Kemudian Melihat Korban yang sedang Ngopi Menggunakan Kaos Identitas Perguruan lain membuat Para Pelaku Emosi. Sehingga Para Pelaku menyuruh Korban untuk berkelahi 1 lawan 1, saat terjadi duel 1 lawan 1 para Pelaku melakukan Penganiayaan secara Bersama-sama

“ Dengan barang bukti Hasil Visum et Repertum, 1 (satu) Potong Kaos Warna Hitam bertuliskan Komunitas perguruan dan 1 (satu) Unit Sepeda Motor para Pelaku dijerat dengan UU no 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 KUHP, ” tandasnya.(red)

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights